Mengokohkan Adab di Era Digital
Dunia pendidikan pernah dikejutkan oleh prilaku siswa yang kurang beradab. Prilaku
tidak beradab tersebut terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Yakni seorang siswa berantem
dengan guru di kelas dan dilerai oleh beberapa siswa yang lain. Bermula dari
adu mulut dan berujung adu fisik. Sedangkan di bagian Indonesia yang lain,
tepatnya di Pontianak, Seorang siswi SMP bernama Audrey, dibully dan dan
keroyok oleh tujuh siswi SMA. Awalnya sekitar 12 siswi, namun setelah
diperiksa, yang terbukti terlibat hanya tujuh siswi. Audrey mengalami luka-luka
dan dirawat di rumah sakit. Audrey mengalami kekerasan fisik juga psikis.
Audrey mengalami trauma.
Peristiwa
semacam ini mungkin juga terjadi di belahan Indonesia yang lain. Hanya saja
tidak sempat terekam oleh kamera dan tidak tersebar di dunia maya. Kejadian-kejadian
tersebut cukup membuat kita trenyuh. Sekaligus menggugah kesadaran kita bahwa membangun
karakter, membangun adab generasi bangsa harus terus diupayakan lebih baik.
Merenungi peristiwa
di atas, terbersit pertanyaan, mengapa pelajar di zaman now, semakin
pintar dan berpengetahuan luas tapi tidak beradab? Semakin banyak wawasan
tetapi kurang hormat dengan yang lebih tua dan tidak menyayangi yang lebih
muda. Generasi yang lebih suka mengungkapkan pendapat dengan kemarahan yang
berlebihan. Baik di dunia nyata atau dunia maya. Itulah faktanya, pelajar zaman
now lebih sulit diatur dan susah dikendalikan.
Lalu, apa yang
sebenarnya yang kita inginkan dari pendidikan kita? Kebanyakan dari kita
menuntut bahwa output dari pendidikan itu melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas
secara intelektual tetapi juga cerdas emosional. Menginginkan anak-anak yang
pintar secara akademik sekaligus memiliki akhlak yang baik. Kita sangat
menginginkan generasi kita berilmu dan juga beradab. Ya, ini yang kita
harapkan.
Jika demikian,
maka pendidikan kita, lembaga pendidikan yang ada harus kembali mengokohkan dua
hal ini. Yaitu mengokohkan adab dan ilmu. Jangan meninggalka salah satu atau
pun berat sebelah. Sekolah-sekolah jangan hanya fokus pada olimpiade-olimpiade
tetapi juga fokus pada membangun adab melalui pembiasaan-pembiasaan. Guru jangan
hanya mencecar dan menjejali pengetahuan kepada siswa melalui ceramah-ceramah,
tetapi juga memberikan keteladanan. Memberikan contoh adab yang baik.
Sekali lagi
menurut saya, sekolah atau guru di era digital, harus kembali mengokohkan adab.
Guru harus menjadi teladan dalam kehidupan. Guru harus menjadi inspirasi bagi
siswa-siswinya. Guru harus bisa menjadi contoh yang baik dalam ber-sosial
media. Sekolah menerapkan adab berbicara, adab bergaul dan bersosialisasi,
disiplin waktu, dan lain-lain. Intinya, sekolah harus mengedepankan adab
daripada yang lainnya.
Mengapa
demikian? Menghadapi generasi milineal saat ini, tidak sedikit kita dapati
bahwa siswa lebih tahu tentang sesuatu hal daripada gurunya. Pengetahuan siswa
lebih banyak daripada guru. Hal ini terjadi karena di era digital pengetahuan
apa saja sangat mudah diakses oleh siapa saja, termasuk siswa. Lalu, apa jadinya
jika pelajar saat ini datang ke kelas tetapi pengetahuan tersebut sudah mereka
kuasai? Siswa akan mudah bosan, ujung-ujungnya membuat kegaduhan. Apalagi jika
dikelas ada guru yang kurang pengetahuan, kurang menarik, dan terjadi diskusi
yang tidak berimbang, ujung-ujungnya terjadi pertengkaran. Akhirnya, datang ke
sekolah bagi siswa bukan hal yang menarik dan cenderung membosankan.
Mengakhiri
tulisan ini, dapat saya simpulkan, pertama bahwa pendidikan saat ini harus lebih
mengutamakan adab. Penanaman pendidikan karakter lebih diutamakan. Sebagaimana ulama
salaf juga memberikan perhatian khusus tentang ini. Imam
Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda
Quraisy, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Kenapa sampai para
ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Kedua,
sekolah-sekolah saat ini harus mengokohkan adab bukan sekedar ilmu. Ada diterapkan
melalui seperangkat aturan dan program. Kadang awalnya memang harus dipaksa,
lama-lama akan terbiasa. Kebiasaan itu lama-lama akan menjadi budaya. Adab yang
baik dibangun di sekolah, dicontohkan oleh guru-guru, dan ditiru oleh para
siswa. Tertanam menjadi karakter. Bukankah metode pendidikan yang baik itu
melalui keteladanan?
Alangkah
miris, jika ada sekolah tidak lagi memperhatikan adab, guru-gurunya juga tidak
bisa menjadi contoh yang baik, lalu kemana anak-anak akan belajar adab? Apakah prilaku
sopan santun bisa tertanam melalui browsing di internet? Apakah prilaku adab
bisa diakses melalui internet? Yang ada mungkin teori tentang adab. Bukan teladan
adab itu sendiri. Sedangkan,
jika di luar sekolah melalui akses internet, siswa sudah mendapatkan materi,
teori-teori, pengetahuan yang diinginkan, maka saya khawatir, sekolah hanya
sebatas formalitas semata. Tidak ada yang bisa diambil dan dipelajari dari
sekolah.
Terakhir, untuk orang tua milineal harus menyadari bahwa persoalan adab,
akhlak, moral, prilaku, atau pun karakter ini seharusnya menjadi perhatian yang
utama. Karena dengan adab dan akhlak yang baik, ilmu akan mudah didapatkan. Ilmu
yang didapatkan akan menjadi ilmu yang manfaat dan berkah. Sedangkan ilmu yang
manfaat dan berkah akan mengantarkan anak menuju kesuksesan sejati, baik di
dunia maupun akhirat. Ada sebuah nasihat yang patut direnungkan juga, “Jangan
terlalu risau jika nama anak-anak anda tidak ada dalam deretan peserta
olimpiade matematika, tetapi risaulah jika anak-anak anda tidak ada dalam
deretan shalat jamaah di masjid”. Wallahu a’lam.
BACA JUGA : STOP Berita Hoax!
No comments for "Mengokohkan Adab di Era Digital"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang positif. Mohon tidak meletakkan link hidup. Salam blogger!